adv

Senin, 12 Januari 2015

Gadis Pembunuh

“Tukk.. tukk..” terdengar seseorang sedang mengetuk pintu. “Ada apa?” tanyaku sambil membuka pintu. Tampak seseorang menggunakan jepit rambut bergambar kepala mickey mouse, baju terusan berwarna merah dan sepatu merah muda. Dia hanya menunduk kaku dengan memegang sebuah boneka anak perempuan. Dia tidak berbicara sepatah kata pun kepadaku. Tiba-tiba ia melukai tanganku. “Adduh!!” teriaku. Setelah aku berpaling sebentar dia menghilang begitu saja. “sofhi, bisakah kamu membantu mama?” terdengar suara yang mengalihkan perhatianku dari gadis itu. Dengan cepat aku menutup pintu dan berusaha tidak memikirkan gadis aneh yang melukai tanganku. Dan aku berusaha menghentikan pendarahan yang terjadi di tanganku. “Aa..da apa ma?” tanyaku agak gugup karena kejadian tadi. “Tolong bantu mama membersihkan kamarmu!” kata mama yang tidak menghiraukan suara gagapku yang mungkin mencurigakan. “Baik.” jawabku sambil berlari menuju tangga. Sesampainya di kamar, aku menutup pintu sambil menghela nafas. “Untung saja mama tidak melihat tanganku.” Setelah mengobati lukaku, aku segera merapikan tempat tidurku dan mengambil telepon genggamku yang kuletakan tepat di bawah bantal. Aku mulai menyentuh satu per satu huruf di telepon genggamku. “Sebaiknya aku menelepon shabila.” Setelah menunggu beberapa detik akhirnya telepon genggamku tersambung juga dengan telepon genggam shabila. “Hai sofhia! ada apa? tanya seseorang dari ujung telepon. “Tadi ada seorang gadis yang membawa boneka anak perumpuan yang melukai tanganku. Dan apakah kamu tahu orang itu?” tanyaku. “Tentu aku mengetahuinya karena baru beberapa menit tadi dia datang ke rumahku. Tapi dia tidak melukaiku”. jawab shabila yang mengiyakan. “Baiklah, bagaimana jika aku ke rumahmu?” tanyaku. “tentu.” Aku menutup telepon dan berjalan ke lantai bawah. “Ma… aku pergi ke rumah shabila.” kataku sembari berlari kecil keluar dari pintu. “Iya, hati-hati ya sayang!” Aku menyusuri jalan sambil mengayuh sepedaku yang berwarna kuning tua. “Tuuk.. tuk.. asalammualaikum” “Waalaikumsalam” jawab seseorang yang membukakan pintu untukku. “Ayo silahkan masuk sofhia. Shabila telah menunggumu di lantai dua.” kata mama shabila mempersilahkan. “Terima kasih, tante nisa.” Aku melangkahi anak tangga, aku melihat beberapa foto keluarga shabila yang tergantung di dinding rumah. “Tukk.. tukk.. shabila.. shabila..” aku memanggil shabila sambil mengetuk pintu kamarnya. “Silahkan masuk!” Aku memasuki kamar shabila yang penuh dengan corak hello kitty. “Begini, aku hanya ingin tanya soal gadis aneh yang meluakai tanganku tadi?” tanyaku sambil duduk di tempat tidur shabila. “Hmmm… aku kurang tahu dan untung saja dia tidak melukaiku. Tapi, boneka anak perempuan yang dibawanya membuatku binggung.” kata shabila sambil meletakan sebuah pensil di telingganya yang menandakan dia sedang kebinggungan. “Baik, bagaimana kalau besok sesudah sekolah usai kita mencari tahu tentang dia?” tanya shabila. “ok, aku akan membantu” Keesokan paginya Selesai sholat shubuh aku bergegas ke kamar mandi dan mengenakan seragam berwarna merah tua dengan corak kotak-kotak juga tak lupa tas punggung kuning yang memperindah penampilanku. Aku melangkah penuh semangat, dari kejauhan sudah terlihat mama dan papaku sudah menunggu. “Pagi, sofhi!” tanya seseorang dari kejauhan. “Pagi, papa, kenapa kemarin papa terlambat pulang kerja?” tanyaku sambil menyembunyikan tanganku yang terluka. “Maafkan papa, karena kemarin banyak sekali tugas yang harus papa kerjakan jadi papa harus lembur.” jawab papa sambil mengusap-usap kepalaku. “Sudah, ayo sofhi segera habiskan sarapannya dan segera bergegas.” kata mama yang menghentikan sejenak percakapan aku dan papa. “ok, bos!!” jawabku sabil tersenyum manis. Selesai dengan sarapanku yang lezat, aku pun menaiki mobil dan segera berangkat. Di sepanjang jalan, aku berusaha menyimpan tangan kiriku dari penglihatan papa. Tak sengaja, aku melihat gadis yang melukai tanganku kemarin “Hah, gadis itu lagi!!” kataku sambil berteriak kesal. “gadis? siapa itu, sofhi?” tanya papa penasaran mendengarku berteriak. “oo.. ti..dak.. bukan siapa-siapa. kataku dengan gugup sambil tersenyum untuk meyakinkan papa. “Kenapa gadis itu berada disini?” pikirku Sesampainya di sekolah, bel sudah berbunyi dan aku tak sempat untuk mencari keberadaan gadis itu untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya. Pagi ini, adalah pelajaran bu ratna yang mengajar pelajaran bahasa inggris. Tak terasa beberapa pelajaran telah usai, tinggal beberapa menit lagi pelajaran terakhir usai. “Tiit..titt.” Semua anak berhamburan keluar dari kelas kecuali aku dan shabila. Kami hanya saling menatap. Tapi tak berapa lama, miranda si gadis peramal datang menghampiri. “Apa yang kalian lakukan?” tanya miranda agak pelan. “Kami hanya sedang berpikir tentang sesuatu.” kataku menjawab pertanyaan miranda. “Kalian sedang memikirkan gadis aneh bukan?” tanya miranda. “Bagaimana kau mengetahuinya?” shabila kembali bertanya. Miranda hanya mengangguk tanpa kata. “Gadis itu adalah pembunuh!” kata miranda yang membuat suasana menjadi mencekam. “iya, kemarin ia melukai tangan kiriku padahal aku tidak menyakitinya” ungkapku kesal. Miranda pun melangkah keluar dari kelas, seolah-olah sedang menuntun kami menuju gadis itu. “Gadis itu telah membunuh adikku sebulan yang lalu saat adikku bermain di persimapngan itu.” “Apa?!” kami terkejut dengan apa yang di katakan oleh miranda. “Dulu aku seperti kalian. Gadis itu selalu datang ke rumahku dan dengan membawa boneka anak perempuan yang sama seperti yang kalian lihat saat dia datang. Dan adik gadis itu yang bernama aina juga telah mati dibunuh oleh seorang pembunuh. Jika kalian ingin mengunjungi rumah gadis itu, kalian pergi saja ke persimpangan tersebut dan rumahnya berada di ujung persimpangan dengan nomor 13, aku tidak akan mengantar.” jelasnya. Kami tidak menghiraukan apa yang dikatakan miranda. Sesuai petujuk miranda kami mengunjungi rumah di ujung persimpangan untuk meminta pertanggung jawaban. “Dimana rumahnya? disini hanya ada rumah papan yang angker dengan nomor 13.” kataku sedikit kesal. “Baiklah, lebih baik kita masuk saja.” kata shabila. “aahh.. aku tidak mau, lebih baik menunggu gadis itu sampai ia keluar dibanding harus masuk ke rumah angkernya itu.” kataku yang menolak ajakan shabila. Setelah 3 jam, gadis itu tak kunjung keluar dan membuatku semakin kesal saja. “Hadduh!! gadis itu dimana sih? apakah jangan-jangan dia tidak di rumah.” kataku sambil melempar kerikil ke dalam selokan. “Kurasa.” “Bagaimana jika kamu yang mengecek, karena ini sudah pukul 5 sore dan aku ingin pulang.” kataku sambil mengedipkan sebelah mata. Dengan langkah ketakutan shabila mengintip ke arah jendela. “Sofhia.. sofhia kesini!” ajak shabila sedikit berbisik. Aku pun mengikuti shabila. Kami melihat gadis itu duduk di kursi goyangnya dan tiba-tiba dia menatap kami. Dan rasanya aku tak berani meminta pertanggung jawaban kepadanya. Tiba-tiba saja dunia seakan berubah keadaan langit tampak sangat gelap, petir pun mulai menyambar, suasana terasa sangat menakutkan, aku berlari menuju bagian garasi rumah tersebut. Kami bersembunyi tepat di bawah meja. Gadis itu datang dan berjalan seperti zombie. “Aina..” kata gadis itu berteriak memanggil nama adiknya. “bau busuk apa ini?” bisikku sangat pelan. Aku melihat ke samping teryata seorang gadis kecil dengan muka penuh darah dan darahnya sudah mengotori gaun putihnya. Aina teryata sudah disimpan selama bertahun-tahun di bawah meja. “aahh.. sofhia tolong aku!!” terdengar suara permintaan tolong. Gadis itu pun menancapkan pisau tepat di kaki shabila. Keringat pun mulai bercucuran membasahi dahi dan pakaianku. Aku tak sanggup mendengar permintaan tolong shabila. Aku menutup telingaku. Aku tak tahu harus berbuat apa. “Shabila, maafkan aku..” tangisku. “Aahh…” Suara tangisan shabila pun terhenti seketika. “Shabila…” teriakku dengan menyesal. “ahhh!!” Jantungku tiba-tiba saja berhenti berdetak. Malam ini adalah saat terakhir aku berada di rumah. Semua orang menangisi kepergianku terutama mama, ia terlihat paling sedih. “Mama, maafkan aku. Sekarang aku dan shabila harus pergi untuk selamanya…” “AWAS DI BELAKNGMU!!” TAMAT

Buku Misterius

Namaku Linda. Aku sekolah di Story Schools. Kami hanya membaca dan mengarang cerita. Kali ini aku dan sahabat sahabat ku berlibur di vila. Semoga tidak menyeramkan. “Berangkat sekarang yuk” Ajak Jane “Yuk” Sahutku Dalam Perjalanan, kami pun bercerita.. “Vila itu kayaknya serem deh” Ajakku membuka topik pembicaraan “Iya sih, tapi bagaimana kalo kita selidiki?” Tanya Lila “Tapi aku takuut..” Pekik Nada Nada memang penakut, tapi kepintarannya luar biasa. Dan? Ia memiliki kemampuan supranatural, tapi sayangnya ia penakut. Kami mengobrol dan… “Eh vilanya ini ya ma?” Tanyaku pada mamaku Aku lupa bertanya kalau aku diantar papa dan mamaku. “Iya, sayang” Jawab mamaku Kami pun turun dari mobil, dan menghampiri vila tersebut. “Assalamu ‘alaikum” Ucapku Kami pun masuk ke dalam vila tersebut. Mewah sih, tapi kelihatan angker. Karena rasa takut dan penasaran, kami memilih untuk sekamar. Untungnya kasur itu bertingkat. Tapi sayangnya, ada yang harus tidur sendiri, dan kasur di atasnya, kosong. Itu karena kita berlima. Tapi siapa ya kira kira yang mau? Ah, sudahlah. “Hei, ada buku nih!” Seruku “Mana, mana?” Tanya Lila “Ini!” Jawabku sambil mengangkat buku itu Buku ini agak tebal. Kami pun membukanya dan membacanya. Aneh. Sangat aneh. Tulisan di dalamnya adalah: “Kamu telah membuka buku ini. Bila kamu berjumlah ganjil, bersiap-siaplah. Kalian masing masing akan mempunyai kembaran yang dapat menipu teman teman yang lain.” “Aneh. Bagaimana maksudnya ya?” Tanya Geby “Aku juga bingung. Tapi aku juga takut.” Jawabku Kami membuka halaman demi halaman, dan menemukan tulisan lagi. Tulisannya berikut ini: “Salah satu di antara kalian akan dimulai sebentar malam.” “APAAA?!” Teriak Jane “Bagaimana ya? Ah, sudahlah. Jangan dihiraukan. Makan siang yuk” Ucapku Kami pun segera berlari ke meja makan. Dan mengeluarkan kotak makanan. Geby tidak membawa kotak makanan, jadi ia menggoreng nugget yang dibawanya. Nyam.. Nyam… — Aku merebahkan diri di kasurku. Aku di kasur bawah, di atasku Jane. Di kasur kedua yaitu Nada di bagian bawah, sedangkan Geby bagian atas. Dan Lila? Ia tidur sendiri di kasur ketiga, tepatnya bagian bawah. Lila memang pemberani, ia juga sangat tomboi. Kami sibuk dengan kegiatan masing. Aku bermain tab, Jane menonton TV sampai tertawa terbahak-bahak, Nada sibuk dengan laptop, Geby membaca novel, dan Lila bermain bola di halaman. “Eh, makan malam yuk!” Ajakku “Ayo” Sahut mereka Setelah makan kami mencuci piring masing masing. Setelah itu kami bermain lagi. Bosan bermain sendiri-sendiri, kami bermain permainan tangan. Macam macam deh pokoknya. Jam 09.00 “Ngantuk nih, udah mau tidur belum?” Tanyaku “Tidur sekarang deh, huahhmm” Jawab Jane sambil menguap Kami pun tidur. Zzz… Zzz.. Aku terbangun dari tidurku. Aku ingin ke toilet. Glek, aku sangat kebelet. Aku melihat Geby juga ke toilet. Tapi aku cepat cepat masuk ke toilet. Fiuhh… Lega.. Karena ketakutan, aku menyalakan TV sementara. Aku juga ingin minum air putih. Setelah itu, aku masuk ke kamar. Dan apa yang terjadi? Geby masih tidur di kasur atasnya. Aku pun bertanya kepadanya. “Geb, kamu tadi dari toilet?” Tanyaku padanya “Nggak tuh. Kamu ngayal ya?” Jawab Geby Glek. Lalu siapa yang ke kamar mandi tadi? “Eh, aku bener ya, lihat kamu kok! Tapi kamu diam seribu bahasa!” Seruku “Aku kan bilang nggak, aku jujur! Ngapain bohong? Aku nggak pernah ke toilet, KECUALI TADI SIANG. Ngerti?” Jawab Geby panjang lebar “I.. Iya…” Ucapku merinding ‘Aku takut. Lalu tadi itu siapa? Apakah ini berhubungan dengan buku misterius itu? Ah, sudahlah, besok saja kita lihat’ Batinku Zzz..Zzz.. Keesokan Harinya “Jane, kamu tahu nggak, tadi malam, aku melihat Geby ke kamar mandi, tapi pas aku masuk ke kamar dia masih tidur. Aneh kan?” Ceritaku pada Jane “Iiihh, itu mah bukan aneh, tapi sereenmm…” Kata Jane “Tapi… Eemm… Menurutku itu berhubungan dengan…” Belum selesai Nada bicara, tiba tiba.. “Buku misterius itu!” Pekikku bersamaan dengan Jane “Yaa, itu.. Benar..” Jawab Nada “Selidiki aja!” Ajak Lila “Tapi… Nada?” Tolakku “Enggak apa apa kok” Jawab Nada “Ya udah” Ucapku Kami pun ke kamar untuk mengambil buku tersebut. Dan tulisan seperti ini muncul dengan sendirinya. Ini tulisannya: “Satu di antara kalian akan mendapatkannya sebentar. Satu di antara kalian sudah mendapatkannya.” “Heh, berarti bener dong?” Tanyaku “Eh, iya” Jawab Geby “Aduh, aku dag-dig-dug nih, siapa sih?” Tanya Jane “Mana kutahu,” Jawabku “Sudah deh,” Ucap Geby Kami pun beranjak untuk makan pagi. Tadi baru jam 07.00. Sekarang jam 08.00. “Teman teman, aku mau naik ke lantai atas dulu deh. Kalian mau ikut?” Ajak Lila “Nggaak…” Tolak kami semua Lila pun sampai di lantai atas. “Ah, begini gak serem, apanya sih yang serem?” Kata Lila Tiba tiba… “Lila” Panggil seseorang “Hah? Eh, Jane, katanya gak mau ikut,” Jawab Lila “Tadi mau kok” Kata Jane “Oh. Ya udah. Tapi aku mau turun sekarang. Bye!” Ucap Lila Lila pun turun dari tangga tersebut. Tetapi ada sesuatu yang aneh. “Kenapa… Kok… Lho… Kenapa… Ke…Napa… Jane ada disini?” Ucap Lila terbata-bata “Heh? Aku memang disini kok!” Jawab Jane “Masa sih… Tapi tadi kan, kamu ada di atas… Tadi kan kamu yang manggil aku… Terus aku nanya, ‘Heh? Katanya tadi gak mau naik?’ Terus kamu menjawab, ‘Tadi mau kok’ Kamu menjawab, memanggil tanpa tanda titik, koma, ataupun seru! Tapi… Apa benar kamu tadi hanya di bawah?” Tanya Lila bercerita panjang lebar “Iya! Bener kok! Aku gak kemana-mana! Tanya aja sama Linda!” Antusias Jane “Linda, bener gak, tadi waktu aku naik, Jane ada disini?” Tanya Lila padaku “Iya, benar.” Jawabku “Be.. Berarti… Itu… Haah… Ya, tidak apa-apa…” Ucap Lila “Yah, begitulah…” Pendapatku “Coba kita lihat lagi buku itu.” Ajak Lila Kami pun masuk ke kamar. “Tulisan Lagi!” Ucapku Bunyinya seperti ini: “Aku lupa memperkenalkan diriku pada kalian. Oh ya, kalau kalian berani, panggil saja aku penggenap. Aku adalah penghuni villa ini. Kalian kan, pernah kesini, dan mengalami kejadian aneh. Masih ingat? Aku akan ceritakan. Waktu itu, kalian menginap disini. Masih kecil, kelas 1 SD. Dan kalian masih bertujuh. Orangtua kalian ikut. Ada sebuah kamar di atas. Ibu salah satu teman kalian melarang untuk naik kesana. Entah kenapa. Tapi dia hanya menghiraukan larangan tersebut. Ia pun naik ke atas, bersama teman yang satu lagi. Kamar itu adalah kamar milikku. Teman kalian itu, menggedor-gedor pintu, padahal, terkunci. Teman kalian itu pun menembus pintu. Dan setelah mereka berdua pulang dari villa ini, mereka lenyap. Entah kecelakaan, ataupun sakit parah. Jika kalian tidak ingin kehilangan teman kalian, kalian harus memberanikan diri melewati diriku yang menyamar menjadi salah satu dari kalian, dan itu terjadi bila ada salah satu dari kalian berpergian sendiri. Tiga lagi yang harus kalian lewati. Satu hal yang kuperingatkan pada kalian yaitu JANGAN PERNAH MEMAKAI KEKUATAN SUPRANATURAL DI VILLA INI! Jika kalian melanggarnya, kalian akan mendapat suatu kutukan. Satu lagi yang kuperingatkan. JANGAN PERNAH TINGGAL SENDIRI DI VILLA INI!!! Jika beberapa dari kalian meninggalkan villa ini, dan menyisakan salah satunya, aku akan mengambil tubuhnya. Dan arwahku akan disana selama-lamanya. Jangan masuk ke kamar di atas. BERBAHAYA! Dan Jika kalian ingin berbicara padaku, datangalah ke kamar bawah, di dekat televisi. Tapi jangan dengan berjumlah ganjil! Aku sangat membenci angka ganjil! Berhati-hatilah. Kalian akan mendapatkan tipuan tipuan seperti darah, pisau, dan lain lain. Pada salah satu tipuan tersebut ada yang asli. Ciri cirinya yaitu mempunyai cahaya di sekelilingnya. Jangan pernah berteriak melihat tipuan itu. Bila tipuan itu asli, segeralah berkata ‘Tolong, penggenap’ 3 kali. Kalian semua sudah mengerti sekarang. Bila kalian melanggar di antara atau semua peraturan tersebut, kalian akan mendapat kesialan, kecelakaan dan maut. Maka tepatilah peraturan tersebut!” “Fiuhhh… Capek banget bacanya…” Kataku “Iya, ya,” Sahut Nada Pagi Harinya “Ah… Segar…” Gumamku sambil mencuci muka Aku pun mematikan keran air. Baru berjalan 5 langkah, tiba tiba… Keran air menyala kembali. Padahal aku tak pernah menyalakannya. Deg. Mungkin… Tipuan. Ya, benar, itu tipuan. Tidak ada cahaya di sekitarnya. “Jane” Panggil seseorang “Apa? Eh, Nada ya? Mau ngapain?” Tanya Jane pada Nada “Ke toilet” Jawab Nada singkat “Oh” Jawab Jane kembali — “Makanannya enak ya,” Gumamku “Eh Nada, tadi pagi, tumben kamu bangun pagi, ke toilet.” Tanya Jane “Hah? Seingatku, aku nggak pernah ke toilet. Jam 08.00 sih, tapi mandi.” Jawab Nada “Apaaa?! Wah, pasti itu si penggenap.” Ucap Jane “Oooh, pasti, kalo bukan siapa lagi,” Kata Nada — Kami sudah merebahkan diri di kasur masing masing. Tapi Geby ingin mengambil makanan di kulkas. “Wafer, Susu, hmmm itu aja deh” Gumam Geby Brakk.. Krakk.. “Heh? Ooo.. Linda ya.. Tumben kamu pengen ngemil… Linda ‘penggenap’ tidak berkata sepatah kata pun. Di Kamar “Li… Linda… Kamu tadi ngambil makanan di kulkas ya?” Tanya Geby terbata-bata padaku “Enak aja, nuduh orang ngambil makanan sembarangan…!” Jawabku membentak “I… Iya kok… Peng… Penggenap.. Pastinya…” Gumam Geby — “Lalala…” Senandung Nada sambil berlari pagi Baru kali ini ia bangun pagi, jadi ia mencoba untuk berlari pagi. “Hai Lilaa.. Kamu lari pagi juga ya…” Gumam Nada “Pagi” Jawab Lila Wajahnya terlihat aneh, ia sangat lemah, tidak seperti biasanya. Padahal ia selalu semangat. Setelah Lari Pagi “Lil, enak banget yah, lari tadi pagi…” Tanya Nada pada Lila “Hehh? Kamu ngayal yah? Aku kan bangun jam 07.30,” Jawab Lila “Aaa… Aha! Berarti itu penggenap…” Sahut Nada, rasa takutnya sudah hilang dari dirinya “Sudah semua kan? Berarti ini yang terakhir… Mungkin… Sudah tidak ada lagi…” Ucapku senang “Tidak secepat itu,” Ucap seseorang “Penggenap? Kau kah itu?” Tanyaku “Ya, benar” Jawabnya “Kalian tidak ingat? Masih ada tipuan tipuan yang menghantui kalian… Dan, jika kalian berhasil menemukan yang asli… Kalian akan berhasil lolos dari sini…” Kata si penggenap “Terima kasih, penggenap..” Ucapku pada penggenap itu.. — “Seger banget nih… Mandi…” Gumamku Tess… Tess… Ada yang menetes. Apakah itu? “Da.. Darah… Tidak apa-apa..” Ucapku Aku memperhatikan lebih jelas. Ternyata benar adalah tipuan. Tidak ada cahaya sama sekali di sekitarnya… Aku pun keluar dari kamar mandi dan segera berpakaian. Di Kamar Penggenap “Penggenap, aku ingin bertanya, berapa kalikah tipuan itu muncul?” Tanyaku “Kemungkinan… 3 kali…” Jawab si penggenap “Oh… Terima Kasih..” Ucapku Aku pun berlari dari kamar tersebut. Aku segera memberitahukan teman teman ku bahwa jika melihat tipuan menyeramkan, yang tanpa cahaya di sekitarnya, jangan berteriak. Teman teman ku hanya ber’oh’ dan ‘oke’. — “Aku masak dulu yah,” Tanya Geby pada kami “Boleh” Sahut kami Cshhh… Trekk.. Krekkk… Pisau pisau menancap di tembok dapur. Sontak saja Geby kaget tanpa berteriak dan mengatakan. “Tolong, penggenap, tolong penggenap, tolong, penggenap.” Ucap Geby sambil menangis Tak lama kemudian, pisau pun menghilang dari dinding. Isakan Geby pun berhenti. Ia kembali ke kamar. “Geby? Kok kayak habis nangis?” Tanyaku pada Geby “Iya… Aku menangis bahagia dan ketakutan… Ketakutan itu… Tadi ada pisau menancap di dinding dan bercahaya… Bahagia itu… Tipuan sudah berakhir…” Jawab Geby Hari ini terakhir kami berlibur. Selanjutnya? Kami akan jalan jalan bersama keluarga dan di rumah. Kami tidak akan melupakan pengalaman ini, selamanya. Kami sangat senang dan bahagia sekarang. TAMAT

Buku Berdarah

18 oktober 2007 Di ruang kelas pulang sekolah… Semua siswa-siswi sudah pulang, kecuali Dita dan Shilla. Sebelum pulang mereka diminta menempelkan hasil karya para siswa-siswi di mading. Kemudian turun hujan sehingga mereka berdua menunggu hujan reda. Sembari menunggu hujan, mereka berdua duduk-duduk di kelas. “Lo jahat ya! Jahat banget sama gua!” Kata Dita. “Emang gua salah apa sih?” Shilla heran. “Udah, jangan munafik! gua kan udah pernah bilang kalo gua suka banget sama Ricky! Tapi kenapa lo malah jadian sama Ricky?” Tanya Dita. “Tapi jujur, gua gak suka sama Ricky. Tapi Ricky yang nembak gua!” Kata Shilla. “Iya gua tau! Lo gak suka kan sama Ricky? Tapi kenapa lo sampai jadian sama Ricky? padahal lo kan tau kalo gua sayang banget sama Ricky! Kenapa sih lo mesti nusuk gua dari belakang? Kenapa? gua ini sahabat lo Shilla” Kata Dita sambil terisak. “Tapi… tapi…” Belum sempat Shilla melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba Dita menusuk Shilla dengan pisau. Seketika Shilla tergeletak di lantai bersimbah darah. Lalu Dita meneteskan darah di pisau ke buku diary milik Shilla. “Ini pembalasan dari gua, selamat tinggal Shilla” lalu Dita meninggalkan mayat Shilla di kelas. 5 tahun kemudian… “Anak-anak, kalian diminta untuk membuat sebuah puisi, yang terbaik akan dipajang di mading” kata Pak Andhika, guru Bahasa Indonesia. “Baiik pak” akhirnya pelajaran selesai. Para siswa-siswi segera pulang. Perjalanan pulang… “Aih, gua gak jago bikin puisi” kata Nadine. “gua sih gak terlalu” kata Vianni. “gua sih bisa-bisa aja” kata Marchella. “Iya, lo kan pinter. Gak kayak gua, bikin puisi aja gak bisa” kata Tiara. Malam harinya… “Hmm, kali ini bikin puisi apa ya?” Kata Marchella dalam hati. “Aha!” Tiba-tiba Marchella menemukan ide. Esok harinya… “Ya, anak-anak. Sudah dikerjakan tugas yang bapak berikan kemarin?” Tanya Pak Andhika. “Sudah pak” “Nah, sekarang coba Marchella maju ke depan, bacakan puisi mu” kata Pak Andhika. Marchella maju ke depan, sedangkan teman-temannya menunggu giliran dengan gelisah. Ketika malam tiba Aku termenung di sudut jendela Memandangi langit malam Yang penuh dengan bintang-bintang Aku mencoba melihat kembali ke atas Akhirnya telah tampak sang bulan Bulan yang berdiam di langit Ditemani oleh sang bintang Andai saja tuhan memberiku sayap Maka aku akan terbang ke atas Jauh ke atas dan akan kuraih bintang-bintang di langit. Setelah Marchella membacakan puisinya, seluruh siswa-siswi bertepuk tangan. “Ya, sangat bagus Marchella! Good job” kata Pak Andhika. Machella segera duduk kembali. Lalu, Pak Andhika memanggil murid-murid yang lain untuk membacakan puisi. “Baiklah anak-anak, puisi yang akan dipajang di mading adalah milik Marchella, Dhika, Astri, Frans, dan Zee” kata Pak Andhika. Selesai sekolah Marchella, Andi, Chintya, dan Dimas masih harus tinggal di sekolah untuk piket dan memajang puisi di Mading. Saat sedang menyapu, Marchella menemukan sesuatu di kolong lemari. “Apaan sih?” Lalu Marchella mengambil benda itu. “Hah? diary? punya siapa nih?” Marchella heran. “Eh Marchella, ngapain lo jongkok disitu?” Tanya Dimas. “gua nemuin diary” kata Marchella. “Iih, punya siapa sih? Jangan sembarangan diambil” kata Chintya. “Lo mah percaya takhayul banget” kata Andi. “gua bawa pulang ah” kata Marchella. “Terserah! Ya udah yuk kita pulang” kata Dimas. Lalu mereka berempat segera pulang. Di rumah, malam hari… “Ini kira-kira punya siapa sih?” Kemudian Marchella membuka diary itu. Milik: Ashilla Fiona Michella Since: 19 maret 2006 “Ashilla itu siapa sih?” Marchella heran. Marchella penasaran, ia membuka halaman terakhir di diary itu. “Haaaahhhh!!” Marchella kaget, ada bercak darah di diary itu. Lalu Marchella segera menutup buku itu dan menyimpannya di laci. Kemudian Marchella pergi tidur. Malam semakin larut, tetapi Marchella belum bisa tidur. Kamarnya gelap, ia segera menyalakan lampu. Kemudian Marchella memberanikan diri untuk mengambil diary itu. “Baca-baca aah” kata Marchella sembari membuka buku itu. 14 oktober 2007 Hari ini Ricky nembak aku. Sebenernya aku gak suka sama Ricky. Lagipula aku tau kalo Dita suka banget sama Ricky. Tapi Ricky udah lama banget suka sama aku. Dan Ricky kena penyakit kanker. Ricky bilang, hidup dia mungkin gak akan lama lagi. Karena kasihan, aku terima aja. “Ricky? Dita? Mereka sebenernya siapa ya?” Marchella masih heran. “Aah bodo amat lah. Ini kan diary orang. Tapi ngomong-ngomong ngapain juga ya gua bawa-bawa diary orang? Aah tapi kan gak ada yang punya. Mending gua bawa. Secara kan gua kepo. Hahahaha” Marchella tertawa sendiri. Marchella segera meletakkan diary itu di laci. Lalu Marchella kembali tidur. Esok harinya… “Eh, kemarin ya gua nemu diary. Gak jelas gitu deh. Terus di belakangnya ada bercak darah” kata Marchella kepada teman-temannya. “Terus lo bawa pulang?” Tanya Tiara. “Yupz” kata Marchella. “Emang lo gak takut apa?” Kata Vianni. “Enggak” kata Marchella “Eh, ngomong-ngomong itu diary punya siapa?” Tanya Nadine. “Ashilla fiona Michella” jawab Marchella. “Astaga naga bonar ebuset” Nadine kaget. “Emang kenapa?” Tanya Tiara. “Nih, jadi si Ashilla itu seangkatan sama kakak gua, si Naura. Kakak gua kan lulusnya tahun 2008. Tapi si Ashilla meninggal tahun 2007″ kata Nadine. “Berarti Ashilla meninggal pas kelas SMA 2 dong” kata Vianni. “Iya, kayak kita. Kita kan sekarang juga kelas SMA 2″ kata Nadine. “Terus, kok bisa meninggal?” Tanya Marchella. “Kalo gak salah sih dibunuh sama sahabatnya sendiri, si Dita. Ceritanya Dita sukaan sama cowok namanya Ricky. Terus Ricky malah jadian sama Shilla. Dibunuh deh” kata Nadine. “Kok lo tau banget sih ceritanya?” Tanya Tiara. “gua dikasih tau kakak gua” kata Nadine. “Terus, si Shilla meninggal dimana?” Tanya Vianni. “Kejadiannya di kelas kita” kata Nadine. “Hiiiiyy!” Marchella bergidik ngeri. Pulang sekolah… “gua jadi penasaran sama kejadian itu” kata Marchella. “Sama nih, gua pengen selidikin” kata Nadine. “Kan kakak lo bisa kita mintain informasi” kata Marchella. “Masalahnya kakak gua di kuliah di Amerika” kata Nadine. “Yaah, terus gimana dong?” Kata Marchella. “Gimana kalo kita ke ruang perpus aja? Siapa tau kita bisa nemuin data tentang Ashilla dan Dita” kata Nadine. Di ruang perpus… “Duh, buanyak banget” kata Nadine. “Ribet nih carinya” kata Marchella. Kemudian mereka mencari arsip tahun 2006-2007. “Ini dia!” Kata Nadine. “Apaan tuh?” Tanya Marchella. “Ini arsip nya Ashilla dan Dita” kata Nadine. Kemudian mereka berdua menyelidiki arsip itu. “Ooo… gua dapet alamat mereka berdua” kata Nadine Perjalanan pulang… “Lo udah catat alamat mereka?” Tanya Marchella. “Udah” kata Nadine. “Terus kapan kita pergi?” Tanya Marchella. “Besok. Kan besok hari sabtu” kata Nadine. “Oh iya, libur” kata Marchella. Di rumah… “Haaa… Akhirnya bisa rebahan lagi di kasur yang serba empuk ini” kata Marchella sambil berguling-guling di kasur. “Tapiii… Ini kok panas banget ya kayak di pantai kuta?” Tanya Marchella. “Ooo iya! gua belum nyalain AC” lalu Marchella segera menyalakan AC. Kemudian Marchella kembali mengeluarkan diary yang kemarin ia temukan. Tanpa sengaja Marchella membuka halaman terakhir. “TOLONG AKU!” Tertulis sebuah kalimat di halaman terakhir. “Hah? Ini tulisan siapa sih? Bikin merinding aja” kata Marchella. Malam hari… Marchella akan beranjak tidur. Matanya terasa berat. Saat Marchella sedang menatap ke kaca, ia melihat seorang perempuan. Perempuan itu berambut panjang sepinggang, memakai baju putih abu-abu, dan ada bekas tusukan di perutnya. “Haaahhh!!! Hantu!! Hantuu!!” Marchella takut sekali. Tiba-tiba mama Marchella masuk ke kamar Marchella. “Ya ampun, kok teriak-teriak sih?” Tanya mama. “Ma, ada hantu ma! Ada hantu!” Kata Marchella. “Hantu? Aah masa sih?” Kata mama “Bener mah!” Kata Marchella. “Udah ah! Makanya kalo mau tidur berdoa! Jangan mikir yang aneh-aneh. Met bobo” kata mama. “Iya ma, met bobo” lalu Marchella segera menutup diri dengan selimut. Esok hari… “Semalem gua ngelihat hantu” kata Machella. “Hah? Hantu? Kayak gimana?” Tanya Nadine. “Mirip sama foto Ashilla di buku arsip kemarin” kata Marchella. “Terus?” Tanya Nadine. “Di halaman paling belakang ada tulisan tolong aku. Jangan-jangan Ashilla yang minta tolong” kata Nadine. “gua sih juga bingung” kata Nadine. “Terus sekarang kita mau kemana?” Tanya Marchella. “Ke Parung, Bogor” kata Nadine. “Ngapain?” Tanya Marchella. “Kita mau ke rumah Ashilla, di jalan kenari” kata Nadine. Lalu Nadine menyerahkan kertas berisi alamat yang dilihatnya di buku arsip kepada Marchella. Di rumah Ashilla… “Permisi…” Kata Nadine sambil mengetuk pintu. “Gak ada orang ya?” Tanya Marchella. Lalu, dari seberang rumah datang seorang ibu tua. “Adek nyari siapa?” Tanya ibu itu “Nyari yang tinggal di rumah ini” kata Marchella. “Penghuni nya udah pindah 3 tahun yang lalu. Kalo gak salah sih ke Semarang. Dengar-dengar sih, anak yang tinggal disini tuh dibunuh” kata ibu itu. “Makasih ya bu” kata Nadine. Lalu mereka segera naik ke mobil untuk melanjutkan perjalanan. Di mobil… “Rumah Dita dimana?” Tanya Marchella. “Kan ada disitu neng, di jalan Cemara nomor 34″ kata Nadine. “Oo iya, gua gak lihat kertasnya” kata Marchella sambil cengar-cengir. “Uuu! Semprul!” Kata Nadine. Tak lama, mereka sampai di rumah Dita. Di rumah Dita… “Permisi…” Nadi mengetuk pintu pagar. “Iyaa…” Lalu seorang wanita membukakan pintu. “Ada Dita gak bu?” Tanya Marchella. Ibu itu hanya terdiam, lalu menangis. “Ibu kenapa?” Tanya Nadine. “Ayo, ikut ibu ke dalam” lalu Nadine dan Marchella masuk ke dalam rumah. “Untuk apa kalian kemari?” Tanya Ibu itu. “Kami mau menyelidiki kejadian pembunuhan 5 tahun yang lalu di sekolah kami” kata Marchella. “Kalian pasti dari SMA melati Parung kan?” Tanya ibu itu. “Iya bu. Nama saya Nadine, ini teman saya Marchella” kata Nadine. “Oo, ibu ini mamanya Dita” kata ibu itu. Lalu Nadine dan Marchella menceritakan kejadian pembunuhan itu. “Begitu ceritanya” kata Marchella. tak lama kemudian ibu itu menangis. “Kenapa Bu?” Tanya Nadine. “Waktu itu, pulang sekolah seragamnya Dita ada bercak darah. Lalu Dita menangis seharian di kamar. Terus Ibu tanya kenapa. Dita bilang dia merasa bersalah sama Ashilla. Dita bilang kalo Dita udah membunuh Ashilla” kata Ibu itu. “Terus, gimana kelanjutannya?” Tanya Marchella. “Pas esoknya, mayat Ashilla ditemukan. Dita langsung pergi ke acara pemakaman Ashilla. Sejak saat itu, Dita jadi anak yang pemurung. Dita dihantui rasa bersalah. Dan sekarang, Dita kena penyakit jiwa” kata Ibu itu sambil menangis. “Hah?” Marchella dan Nadine kaget. “lalu, Dita ada dimana?” Tanya Nadine. “Sekarang Dita di RSJ. Kalau kalian mau ketemu, ayo sekalian antarkan ibu” kata Ibu itu. Lalu mereka segera menuju RSJ. Di RSJ… “Dita ada di ruang melati. Kalian masuk saja” kata Ibu itu. “Ibu gak mau masuk?” Tanya Marchella. “Ibu gak kuat lihat kondisi Dita” kata Ibu itu. Perlahan-lahan Nadine dan Marchella melangkah masuk ke ruang Melati. Di pojok kamar ada Dita yang sedang menangis. “Dita…” Panggil Nadine. “Ada apa?” Tanya Dita. “Benar, kamu yang membunuh Ashilla?” Tanya Marchella. “Iya… Mau apa tanya-tanya?!” Kata Dita sambil marah. Lalu, Nadine memberikan diary Ashilla kepada Dita. “Dulu, aku membunuh Ashilla karena dia jadian sama Ricky, orang yang aku suka. Aku cemburu sama Ashilla dan Ricky. Lalu, sejak pembunuhan itu aku menyesal telah membunuh sahabatku” kata Dita. Nadine dan Marchella mendengarkan Dita. “Andai saja, aku tidak membunuhnya. Sekarang aku tak ada kesempatan lagi untuk meminta maaf” kata Dita sambil menangis. “Masih ada waktu untuk minta maaf. Ayo kita pergi ke makam Ashilla” kata Nadine. lalu dengan pengawasan perawat, Nadine, Marchella, Ibu Dita, dan Dita pergi ke TPU parung. Di TPU parung… “Ini dia kuburan Ashilla” kata Nadine. “Ashilla, maafin gua. Dulu gua udah membunuh lo. gua nyesel banget. Maafin gua ya. gua dihantui rasa bersalah sejak gua membunuh lo 5 tahun yang lalu. Maafin gua” kata Dita. Tiba-tiba, dari kejauhan tampak Ashilla tersenyum kepada Dita. Dita juga ikut tersenyum. Kemudian mereka pulang. Seminggu kemudian… Marchella dan Nadine sedang duduk berdua di kelas. Mereka sedang asyik mengobrol. Tiba-tiba, mereka melihat seseorang yang duduk di bangku paling depan. “Siapa ya?” Tanya Nadine. Orang itu berbalik, rupanya orang itu adalah Ashilla! Selesai

Rumah Angker

Hening malam itu begitu mencengang nama saya Natan yang sering pulang malam lewat di depat rumah itu, suasana begitu misterius keadaan bagai malam tiada habisnya dengan waktu yang terus berjalan seakan berjalan sangat lama. Rumah itu begitu berkesan bagi sang pemilik, dulu pemilik rumah itu meninggal akibat ulah para pemburu bayaran, putri mereka yang begitu cantik membuat nafsu bejat sang ayah menggerutu ke uluh hati, bisikan malaikat-malaikat tuhan sudah tak terhiraukan lagi di hati, telinganya. Seruan para setan begitu terjerat di hati tiada disangka ulah itu terjadi saat sang istri sekaligus ibu dari gadis cantik bernama Renna itu tak berada di rumah. “Renn bisa tolong ayah nggak, tolong kamu ambilin minuman ayah di ruang tenggah?” modus dari pikiran bejat ayahnya. Renna yang patuh dan tak berfikiran sampai kesitu pun, mengerjakan apa yan diperintah ayahnya. “Ini yah, minumanya dingin?, apa mau dibuatin yang baru?” sambil menaruh minuman itu di meja kecil dekat tempat tidur ayahnya. “Nggak sayang, terimakasih. Sekarang kamu tolong tutup pintu itu, lalu duduk di samping ayah, ayah mau bicara sama kamu sayang!!!” dengan menatap wajah sang ayah yang tampak serius. Tanpa bicara apapun dia menuruti perkataan ayahnya, lalu dia mendekat, dan duduk di samping ayahnya yang berada di atas tempat tidur yang lumayan luas. “Kamu tu cantik, sayang” belai rambut Renna, yang Nampak indah. Kelakuan itu pun, dilakukan dengan memaksa anaknya untuk melayani nafsunya, Jeritan sang anak yang meronta tak dihiraukan yang terpenting kepuasanya. Saat bersamaan istrinya pulang, dan membuka pintu kamar, betapa kagetnya seorang ibu melihat anaknya dipaksa melayani nafsu sang ayah. Sampai kemudian setelah bercerai dengan sang suami, dan membawa Renna bersamanya. Gelap mata batinya waktu itu, melihat Renna menanggis di pelukanya sambil berkata “mengapa ayah tega?” tanpa menjawab ibu Renna kemudian pergi mencari orang untuk dapat membunuh mantan suaminya itu. Malam itu begitu sunyi Pak. Imron tiada bekas sesal, dia tertidur dengan pulasnya, begitu mudah para pembunuh itu masuk, dan langsung masuk menuju ke kamar Pak. Imron, tanpa berfikir panjang tusukan pisau itu tepat di bagian hati berulang-ulang Pak. Imron berteriak, berulang kali pula tusukan itu mengenai bagian perut itu. Darah yang membekas di kamar itu begitu jelas di atas sebuah kasur, sampai-sampai tiada yang berani masuk untuk membersihkannya karena suara jeritan, dan bagian tubuh Pak. Imron yang mengenaskan sering terdengar, dan terlihat oleh para tetangga di sekitaran rumah itu sambil meminta tolong. Beberapa tahun setelah kejadian ibu gadis cantik itu tertangkap polisi dengan para pembunuh yang dia bayar, tetapi arwah Pak. Imron itu tetap bergentayangan sampai sekarang. Entah apa yang dia minta sampai-sampai dia tak bisa tenang, tetap menjadi hantu yang sering menampakan dirinya setiap pukul 01.00 WIB, sama seperti kejadian itu berlangsung. Ditambah bertahun-tahun setelah kejadian rumah itu tak pernah ditempati, setiap ada yang menempati pasti mereka terusik dengan kejadian itu, sama seperti saya yang berjalan menyusuri jalan petang dekat dengan rumah itu sepulang kerja tepatnya pukul 01.00 WIB, mata ini tak menyangka akan menangkap sosok itu begitu hancur tubuhnya dengan darah yang mengalir, sambil mulutnya meminta pertolongan. Kaki saya begitu terpaku di bumi, mulut begitu susah berteriak sampai saya akhirnya pingsan, dan ditolong warga tetangga saya kemudian dibawah ke rumah, setelah kejadian itu saya benar-benar tak ingin melewati rumah itu lagi. Tetapi Renna menguatkan hati saya untuk dapat lebih percaya dengan iman saya, benar Renna yang kumaksud ialah Renna yang saya ceritakan yang sekarang menjadi pendamping hidup saya, meski seperti itulah masa lalunya saya tetap terima dia apa adanya.

Angkot Setan

Kisah ini terjadi di Daerah Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah.... Pada Hari Minggu, 14 Februari 2008 skitar pukul 10malam,,,, HATI HATI MUNGKIN SELANJUTNYA GILIRAN ANDA...!!! Kurang lebih jam 10 mlam, waktu itu gue lagi kena musibah,,, bukan apa2, mtor yg biasa nemenin gue kemana2 tiba2 macet didaerah 'Tiiiittt (sensor), yg emang katanya tu itu daerah yg lumayan angker... Hihihi,,, akhirnya gue nitipin mtor gue dirumah tmen gue yg gak jauh dari situ... Yah gue sih mau aja (pas tmen gue nawarin buat ngantarin gue ampe rumah.. Tapi pas gue ngliat jam tangan gue yg udah nunjukin jam 10mlam gitu, gue jadi nggak tega ama tmen gue itu... Yahhhh ntar tu tmen gue bisa pulang tengah mlam bolong dong dong dong, mana dia kan cewek,,, akhirnya gue memberanikan diri buat pulang, dan stelah ngitung kancing baju gue, gue dpat CARA PULANG DENGAN AMAN yaitu dngan NAIK ANGKOT,,, hohoho,, akhirnya gue nunggu angkot dipinggir jalan utama itu. Dan gue nunggu angkotnya nggak sendiri.... Tpi disitu udah ada seorang wanita tengah baya (nenek2 untk lebih tepatnya), umurnya yah... Skitar 63 tahun kelihatannya sih abis belanja2 gtu.... Habisnya dia membwa plastik item gede gtu.... Ihhhh waktu itu gue ngira itu isinya kpala orang...hihihi,, ternyata itu isinya buah2an.. Yah gue tau soalnya tu nenek ngeluarin jeruk dan memakannya sambil nunggu angkot.... Sdah kurang lebih 20 menit gue dan nenek nunggu angkot (mikrolet) tapi blum ada angkot satupun. Memang biasanya angkot udah berhenti beroperasi jam 21.30 paling malam, namun entah mengapa, gue merasa bhwa masih ada angkot yg akn membwa gue pulang... Stelah 35 menit nunggu....busettt lama kan!! Akhirnya benar, angkot yg ditunggu2 muncul. Hal yg tdak biasa terjdi... Lalu naiklah gue dan sang nenek kedlam angkot yg berisi 3 orang... 1orang sopir dan 2 orang pnumpang lain yg kedua2nya adlah seorang wanita cantik, berambut pnjang, dngan pakaian pesta berwarna putih (broken white tepatnya).. Gue sempat berpikir.." aneh skali..dua orang wanita cantik berpakaian pesta warna putih, pada mlam hari begni naik angkot" tapi sang nenek tdak mau meneruskan apa yg ada dipikirannya, wlaupun bulu kuduknya sdah mulai berdiri. Terjadilah suasana yg dingin, hening tanpa suara pada angkot tersbut. Sang sopir pun hanya menyupir tanpa menengok atau mengeluarkan suara sdikit pun.. Cara menyopirnya pun cenderung kasar, dan ngebut2an... Gue nggak sabar buat cepet2 sampe didket rumah gue.. Sampe akhirnya...gue tiba dijembatan biasa tempat gue turun. Dan anehnya sang nenek pun ikut turun!!!!! Gue udah membyar angkot itu, sang nenek, stelah menyiapkan selembar uang Rp.10 ribuan (karna memang tinggal satu lembar uang 10 ribuan yg dia punya) untk membyar angkot, sang nenek lalu memberhentikan angkot tersbut "Bang..kiri, bang.." sang sopir langsung memberhentikan angkotnya dngan rem mendadak tanpa bersuara... Lalu sang nenek turun, dan menyerahkan lembaran uang Rp. 10 ribu terakhirnya mlalui jendela pintu dpan angkot... Sambil menunggu kmbalian ongkosnya.. Tapi ternyata... Sang sopir langsung menginjak gas dan meninggalkan nenek tersbut tanpa mengembalikan uang sang nenek.. Nenek itu berteriak.... "DASAR ANGKOT SETAAAAAANNNN...!!!!!"